Bangladesh merupakan salah satu negara di Asia Selatan yang mana daratannya terletak 10 meter di bawah permukaan laut. Setiap tahunnya, tiga perempat bagian dari negara ini selalu terendam banjir ketika musim hujan tiba. Padahal, dua per tiga dari penduduk negara ini bekerja sebagai petani. Lantas, bagaimana cara mereka bertahan hidup?
Pertanian terapung menjadi bentuk adaptasi yang dilakukan oleh para petani di Bangladesh untuk menghadapi banjir yang datang setiap tahun. Dengan lahan apung, bila terjadi banjir, tanaman akan tetap terapung dan tidak diterjang oleh banjir.
Mereka membangun sebuah media tanam dari eceng gondok, bambu, kotoran sapi, tanah, dan kompos lainnya yang dapat bergerak sesuai dengan aliran air. Selain itu, media tanam ini juga dapat mengapung dalam waktu yang cukup lama sehingga cocok untuk bercocok tanam.
Selanjutnya, mereka akan menanam tanaman budi daya seperti padi, selada bayam, sawi, kangkung, mentimun, tomat, kentang, wortel, daun bawang, bunga mawar, cabe dan lain-lain di atas media tanam tersebut. Saat banjir tiba, media tanam pun akan terangkat ke atas dan mereka tetap dapat bertani seperti biasa.
Tanaman pokok yang ditanam pada pertanian terapung ditancapkan pada media yang mengambang hasil jalinan tanaman eceng gondok, gulma-gulma air, dan tanaman air lainnya. Selain itu, digunakan juga bambu untuk pengikat tanaman yang menjadi media tanam.
Bambu disusun dengan panjang 15-50 meter, lebar 1,5-2 meter dan tebal 0,6-0,9 meter. Bambu tersebut berfungsi utuk memberi kekuatan pada lahan apung yang menjadi media tanam. Tanaman air yang hampir membusuk kemudian ditambahkan dan dibiarkan beberapa hari di atasnya. Setelah itu, baru disebar benih tanaman budi daya di atasnya.